Glitter Text Generator at TextSpace.net

Sabtu, 22 September 2012

Ulasan Puisi “Sunyimu Tawar Sepiku” Karya Lin Hana (FAM Jember)

Ulasan Puisi “Sunyimu Tawar Sepiku” Karya Lin Hana (FAM Jember)

Setidaknya dalam menulis puisi, kita harus paham bagaimana majas, rima, kata, frase atau hubungan kalimat dalam menulis. Tentu saja harus membaca, mengerti dan paham akan sebuah puisi, dari mana ia dimulai dan diakhiri. Sebuah puisi membutuhkan imajinasi dan idiom yang akan dipungut dalam realitas keseharian dan akan menimbulkan makna yang mendalam. Keseluruhannya adalah pengalaman yang mengkristal dimediasi oleh realitas.



“Sunyimu Tawar Sepiku” puisi yang dibuka dengan bait yang menerbangkan pikiran kita dalam tarian kata-kata yang sangat mengejutkan, sekaligus menerbangkan misteri penafsiran dengan simbol-simbol yang sangat menarik.
Kita simak bait berikut ini:
Dalam sepiku tawar sunyimu menyergapku
Mengajak berdansa dengan dance rindu yang memabukkan
Sakau tubuhku
Tubuhmu sempoyongan
“Sunyimu Tawar Sepiku” imajinasi dan idiom yang dibangun rindu memabukkan memiliki makna yang mendalam tentang kerinduan pada seseorang, dalam kesendirian dan telah lama tak jumpa hingga membuatnya rindu berat alias ‘galau’. Berdansa adalah menggerakkan tubuh untuk menghilangkan kepenatan atau menghibur diri dengan pasangan atau sahabatnya. Kemungkinan masih selisih paham dengan bahasa  tubuh sempoyongan. Berbagai makna, berbagai tafsiran melayang-layang dalam puisi ini.
Akhirnya dengan pertemuannya yang saling dirindukan menyatukan aroma nafas mereka:
Kakiku bergerak pelan; tanganmu bergerak lancing
Menaiki paraf-paraf urat yang mengejang
Aku terkekeh
Kau terbahak lantang
Napasku telentang
Napasmu telanjang
“Sunyimu Tawar Sepiku”, sebuah peradaban hidup di kota-kota yang ‘menggeliat’ 24 jam, pasti memberikan dampak positif dan negatif, dibangunnya hotel-hotel, tempat hiburan malam, maka wajah kota akan bergerak jadi apa saja, di punggung kota wisata akan jadi hiburan di samping juga akan menjadikan mata pencaharian bagi para pedagang.
Bahasa iklan sebagai devisa Negara maka kota-kota dibangun sebagai kota hiburan yang sejuk bagi keluarga. Dalam bait puisi “Sunyimu Tawar Sepiku” ditutup dengan kata-kata yang sangat menarik gaya bahasanya:
Di punggung kotaku
Kata-katamu berlarian
Deras seperti lebat hujan
Menurun; menjalari betisku yang jenjang
Meleburkan desah
Sepanjang senyap kamar-kamar
Ah, sudahlah sekian dulu, Tim FAM ikut larut dalam belaian “Sunyimu Tawar Sepiku” puisi yang komunikatif, inovatif, dan kreatif. Ditunggu proses berikutnya.
Salam karya, salam santun.
TIM FAM INDONESIA
www.famindonesia.blogspot.com
[BERIKUT PUISI PENULIS YANG DIPOSTING TANPA EDITING TIM FAM INDONESIA]
Sunyi Tawar Sepiku
Oleh Lin Hana
IDFAM879M Anggota FAM Jember
Dalam sepiku tawar sunyimu menyergapku
Mengajak berdansa dengan dance rindu yang memabukkan
Sakau tubuhku
Tubuhmu sempoyongan
Kakiku bergerak pelan; tanganmu bergerak lancang
Menaiki paraf-paraf urat yang mengejang
Aku terkekeh
Kau terbahak lantang
Napasku telentang
Napasmu telanjang
Di punggung kotaku
Kata-katamu berlarian
Deras seperti lebat hujan
Menurun; menjalari betisku yang jenjang
Meleburkan desah
Sepanjang senyap kamar-kamar
Pebruari 2012, Madura Annuqayah
Ket: Gambar sekadar ilustrasi diambil dari google.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sabtu, 22 September 2012

Ulasan Puisi “Sunyimu Tawar Sepiku” Karya Lin Hana (FAM Jember)

Ulasan Puisi “Sunyimu Tawar Sepiku” Karya Lin Hana (FAM Jember)

Setidaknya dalam menulis puisi, kita harus paham bagaimana majas, rima, kata, frase atau hubungan kalimat dalam menulis. Tentu saja harus membaca, mengerti dan paham akan sebuah puisi, dari mana ia dimulai dan diakhiri. Sebuah puisi membutuhkan imajinasi dan idiom yang akan dipungut dalam realitas keseharian dan akan menimbulkan makna yang mendalam. Keseluruhannya adalah pengalaman yang mengkristal dimediasi oleh realitas.



“Sunyimu Tawar Sepiku” puisi yang dibuka dengan bait yang menerbangkan pikiran kita dalam tarian kata-kata yang sangat mengejutkan, sekaligus menerbangkan misteri penafsiran dengan simbol-simbol yang sangat menarik.
Kita simak bait berikut ini:
Dalam sepiku tawar sunyimu menyergapku
Mengajak berdansa dengan dance rindu yang memabukkan
Sakau tubuhku
Tubuhmu sempoyongan
“Sunyimu Tawar Sepiku” imajinasi dan idiom yang dibangun rindu memabukkan memiliki makna yang mendalam tentang kerinduan pada seseorang, dalam kesendirian dan telah lama tak jumpa hingga membuatnya rindu berat alias ‘galau’. Berdansa adalah menggerakkan tubuh untuk menghilangkan kepenatan atau menghibur diri dengan pasangan atau sahabatnya. Kemungkinan masih selisih paham dengan bahasa  tubuh sempoyongan. Berbagai makna, berbagai tafsiran melayang-layang dalam puisi ini.
Akhirnya dengan pertemuannya yang saling dirindukan menyatukan aroma nafas mereka:
Kakiku bergerak pelan; tanganmu bergerak lancing
Menaiki paraf-paraf urat yang mengejang
Aku terkekeh
Kau terbahak lantang
Napasku telentang
Napasmu telanjang
“Sunyimu Tawar Sepiku”, sebuah peradaban hidup di kota-kota yang ‘menggeliat’ 24 jam, pasti memberikan dampak positif dan negatif, dibangunnya hotel-hotel, tempat hiburan malam, maka wajah kota akan bergerak jadi apa saja, di punggung kota wisata akan jadi hiburan di samping juga akan menjadikan mata pencaharian bagi para pedagang.
Bahasa iklan sebagai devisa Negara maka kota-kota dibangun sebagai kota hiburan yang sejuk bagi keluarga. Dalam bait puisi “Sunyimu Tawar Sepiku” ditutup dengan kata-kata yang sangat menarik gaya bahasanya:
Di punggung kotaku
Kata-katamu berlarian
Deras seperti lebat hujan
Menurun; menjalari betisku yang jenjang
Meleburkan desah
Sepanjang senyap kamar-kamar
Ah, sudahlah sekian dulu, Tim FAM ikut larut dalam belaian “Sunyimu Tawar Sepiku” puisi yang komunikatif, inovatif, dan kreatif. Ditunggu proses berikutnya.
Salam karya, salam santun.
TIM FAM INDONESIA
www.famindonesia.blogspot.com
[BERIKUT PUISI PENULIS YANG DIPOSTING TANPA EDITING TIM FAM INDONESIA]
Sunyi Tawar Sepiku
Oleh Lin Hana
IDFAM879M Anggota FAM Jember
Dalam sepiku tawar sunyimu menyergapku
Mengajak berdansa dengan dance rindu yang memabukkan
Sakau tubuhku
Tubuhmu sempoyongan
Kakiku bergerak pelan; tanganmu bergerak lancang
Menaiki paraf-paraf urat yang mengejang
Aku terkekeh
Kau terbahak lantang
Napasku telentang
Napasmu telanjang
Di punggung kotaku
Kata-katamu berlarian
Deras seperti lebat hujan
Menurun; menjalari betisku yang jenjang
Meleburkan desah
Sepanjang senyap kamar-kamar
Pebruari 2012, Madura Annuqayah
Ket: Gambar sekadar ilustrasi diambil dari google.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar