Menemukan dan Memenej Ide
Oleh Syamsuwal Qomar*)
Idea is a feat of
association (Ide ialah keberhasilan dari penyatuan).
“Aduh, lagi nggak ada ide nih.” Mungkin ini curhat yang
paling “hot” di antara seluruh penggiat kreativitas menulis. Bayangkan saat Anda
dituntut harus kreatif, menulis sesuatu misalnya, sebagai pekerjaan
jurnalistik, update tulisan agar blog
anda SEO friendly, atau tugas artikel
dalam kuliah. Eh, ide yang dinanti tak kunjung tiba. Kenapa juga harus dinanti?
He-he-he. Lalu? Apa yang mestinya dilakukan?
Ya, mungkin kita harus bikin kopi dulu, atau menghabiskan
beberapa batang rokok, menunggu inspirasi datang. Ha-ha-ha.
Menemukan ide memang tantangan tersendiri dalam berkarya. Ide
begitu misterius. Mudah berubah dan cepat melesat, sehingga mau tak mau, perlu
respon cepat menangkapnya. Kita tidak tahu kapan sebuah momen seperti, “Uereka, saya menemukannya!” terjadi.
Maka tak jarang, selalu ada pesan-pesan kreatif agar kita selalu membawa pulpen
dan kertas ke mana saja. Untuk menangkap dan memenjarakan ide dalam tulisan
sebelum lesatannya menghilang. Cieee...
Standar penilaian ide juga unik. Begitu banyak momentum
kejadian yang menimpa kita, yang bisa menjadi ide. Namun tak jarang semuanya
terlewatkan begitu saja. Tak ada yang salah, karena memang level pemikiran
setiap individu tentang sesuatu berbeda-beda. Mungkin hal-hal yang kita anggap
menarik hanya sedikit dijumpai. Sehingga semua rangkaiannya tidak pernah utuh
menjadi ide.
Izinkan saya membagikan informasi yang saya kombinasikan
dari pemikiran Pak Bambang Trim dalam bukunya, Saya Bermimpi Menulis Buku. Motivasi dan inspirasi seseorang
mengail ide, biasanya dipengaruhi kemampuan berinteraksi dengan sesama. Jalinan
pertemanan memang berguna untuk sharing
pengalaman dan pengetahuan. Dan ide sering datang saat kita menyumbangkan
pendapat pada teman-teman yang memerlukan informasi.
Dalam hal ini, saya sudah di jalan yang benar. Heleh. Tapi sungguh jujur, teman-teman online dan blogger sering menginspirasi saya melalui pendapat-pendapat dan
tulisan-tulisannya. Tak jarang, selalu ada posting
atau note yang membuat saya terenyuh,
tergugah, bahkan tiba-tiba terhenti sejenak untuk berpikir, “Wow… kalau saja
ide ini bisa menjadi buku atau novel.”
Ide menarik juga sering singgah saat menemui hal-hal aneh,
kontroversial, dan belum terungkap. Saya ingat tulisan pertama saya di Banjarmasin Post. Waktu itu daerah saya
dilanda kabut asap akibat kebakaran hutan. Jarak pandang di siang hari hanya
beberapa meter, sehingga banyak kecelakaan terjadi. Iseng-iseng, saya menguping
pembicaraan di warung dekat rumah saya. Kata bapak Ustad, ini sudah dekat akhir
zaman, makanya asap banyak bermunculan menutup bumi. Heee.. saya jadi
penasaran, masa iya sih seperti itu? Saya pun mengubek-ubek pustaka pribadi,
dan akhirnya ketemu buku “Tanda-Tanda Akhir Zaman”. Buku yang membahas hal tersebut.
Saya pun penasaran, dan tertarik menuangkannya dalam
tulisan. Walhasil, saya pun memburu berbagai data tentang kabut asap, bencana
alam lainnya, serta kepercayaan kapan terjadinya Hari Kiamat. Walhasil, tulisan
pun jadi dengan judul Kabut Asap Fenomena
Akhir Zaman? Dikirim ke redaksi Banjarmasin
Post, dan dalam waktu dua minggu, saya pun tidak menyangka, ternyata dimuat.
Lumayan, honor yang diterima Rp100 ribu, merupakan uang pertama yang saya
hasilkan lewat tulisan. Jadi terharu mengingatnya. He-he-he.
Namun, bila sudah juga bercengkrama di dunia maya,
berdiskusi dengan teman-teman soal kreativitas, baca buku, bahkan hang out di Gramedia untuk memotivasi
diri, tetap tidak ampuh bagi saya menemukan ide. Saya memilih pulang.
Bertafakur di rumah, berbicara dengan diri sendiri dan melakukan rethinking ide.
Rethinking idea
ini berupa brainstorming. Mungkin
kawan-kawan yang bergelut di dunia promosi & kreatif publishing sudah
sangat akrab dengan metode ini. Brainstorming
berarti menumpahkan semua isi otak apapun itu. Ha-ha-ha. Artinya, terlepas
sebuah pengalaman atau pengetahuan yang dijumpai menarik atau tidak, perlu
dituangkan sebanyak mungkin.
Umumnya, ide-ide hasil brainstorming
berkisar hal-hal sederhana dan yang menjadi kesukaan kita. Namun hebatnya, bila
dimenej dengan baik bisa menjadi mahakarya. Banyak karya besar yang bertolak
dari hal-hal sederhana, Stephen Covey misalnya, melakukan studi dari kehidupan
sehari-hari sehingga buku-bukunya melegenda. Di Indonesia, saya punya buku
favorit Setengah Isi Setengah Kosong
yang ditulis Parlindungan Marpaung. Isinya catatan-catatan mencerahkan yang
mengambil makna sewaktu kita berinteraksi sesama.
Karya-karya ini pula yang menjadi inspirasi bagi saya.
Memberikan arti kepada saya bahwa jangan pernah menganggap sepele sebuah ide.
Sebuah ide bisa saja dianggap konyol, karena terlalu prematur, terlalu lembut,
terlalu kasar, terlalu gila, terlalu ekstrem. Namun bila ia berkombinasi dengan
ide lainnya, terangkai secara sistematis, hingga bertransformasi dan mampu
menyentuh nurani manusia, sang ide pun menjadi bombastis dan fantastis.
Ide tentang penyihir dengan bekas luka petir di keningnya,
harus berjuang dulu dengan dianggap konyol dan terlalu imajiner, sebelum
akhirnya menjadi superstar. Sebelum masanya, gagasan tentang Heliosentris juga
tidak serta merta diterima. Namun sekarang, hal itu diakui sebagai fakta sesuai
ilmu pengetahuan yang mempelajarinya.
Maka sah-lah ketetapan kalau “Idea is a feat of association”,
ide ialah keberhasilan dari penyatuan. Bersatu ide teguh, bercerai ide runtuh.
He-he-he. Ide tidak mesti selalu unik. Cara kreator memenejnya juga dapat
membuat ide itu unik. Ide selalu hadir setiap waktu. Di tulisan, perbincangan,
hingga pembelajaran terhadap pengalaman. Maka bagi teman-teman yang mengucapkan
“Aduh, lagi nggak ada ide nih.” Selamat berburu, selamat menemukan ide, dan
semoga bisa mewujudkannya menjadi karya. Amin.
*) Penulis adalah anggota FAM Indonesia, IDFAM1047U, Banjarbaru,
Kalimantan Selatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar