Kaya dengan (Menulis) Buku, Mengapa Tidak?
Kemarin (Senin, 28 Mei 2012), saya masih terlibat aktif
dalam kegiatan Pendidikan dan Pelatihan di Kota Solo. Di sela-sela kegiatan,
saya tetap berusaha meluangkan waktu untuk menulis dan menulis. Entahlah, saya
begitu senang menulis. Seakan menulis itu telah menjadi sebuah kegiatan yang
tak terpisahkan. Jika tak menulis barang sehari, rasanya jariku terasa sakit
dan kepala serta pikiran terasa buntu. Buntutnya, saya pusing dan sulit tidur.
Namun, saya dapat tidur pulas usai menulis beban pikiran tersebut.
Pada pagi hari itu, tiba-tiba saya mendapatkan kabar dari
penerbit. Alhamdulillah, tiga buku terbaruku telah lahir. Ketiga buku itu
adalah Bahasaku Bahasa Indonesia SMP Platinum Kelas 7, 8, dan 9. Karena berada
di Solo, saya pun berusaha untuk berkunjung ke penerbit. Kebetulan penerbitku
terletak di Solo dan tidak terlalu jauh dari hotel di mana saya menginap.
Setiba di penerbit, saya pun langsung menuju showroom buku-buku baru. Dan
sungguh saya dibuat terpesona. Ketiga bukuku tampak terpajang indah dan menarik
di rak buku terbaru. Bahagianya hati ini….!!!
Jujur saja, tiga tahun terakhir, hampir 100% kebutuhanku
dipenuhi dari royalti buku-buku yang pernah saya tulis. Semua kebutuhanku
dibiayai dari honor sebagai penulis dan kadang dari kegiatan seminar
kepenulisan. Kebetulan saya sering mendapat undangan untuk berbagi pengalaman
kepenulisan buku. Ternyata, honor kegiatan itu terasa lumayan cukup untuk
digunakan sekadar membiayai kebutuhan pribadi.
Berdasarkan pengalaman itulah, akhirnya saya berkesimpulan
bahwa profesi penulis buku dapat digunakan sebagai alternatif profesi baru.
Mengapa? Karena profesi penulis buku dapat digunakan sebagai tambang kekayaan.
Apa saja kekayaan yang diperoleh dari profesi sebagai penulis buku?
Kaya Ilmu
Penulis buku pasti gemar membaca buku. Ia akan berusaha
menelaah setiap buku yang dibeli dan dibacanya. Penulis buku akan berusaha
menemukan kekurangan buku baru yang dibelinya. Selanjutnya, ia akan berusaha
menggagas ide baru sebagai penyempurna buku-buku yang telah ada. Maka, kita pun
akan dibuat malu jika sering membaca buku. Ternyata, keilmuan kita terasa
amatlah dangkal. Dan rasa itu sering menghinggapi pikiran dan perasaan penulis
buku. Semakin ilmu dicari semakin ditunjukkan ketidaktahuannya.
Kaya Kawan
Kadang, bahkan sering, saya mendapat pesan, telepon,
komentar, inbox, dan perjumpaan dengan orang-orang “asing”. Pada awalnya, saya
belum mengenal beliau-beliau itu. Namun, saya teramat kaget dan bahagia karena
beliau adalah pengguna buku-bukuku. Buku ternyata dapat memererat persahabatan
dan perkawanan dengan banyak orang meskipun belum dikenal pada awalnya.
Indahnya persahabatan jika itu terjadi pada kesempatan tak terduga.
Kaya Kebaikan
Setiap buku berisi gagasan terbaik penulisnya. Ide itu
mengalir dan tertulis untuk diberikan kepada pembaca. Jika ide itu berisi
kebaikan, tentunya kebaikan itu akan mengalir deras kepada penulisnya. Mengapa?
Karena setiap huruf akan menghasilkan satu kebaikan bagi penulis jika ia
memiliki keikhlasan untuk itu. Maka, kita akan mudah menjumpai kesahajaan sang
penulis. Tak mudah ia tersinggung dan murah pula ia berbagi.
Kaya Karier
Banyak PNS bingung karena kariernya mentok alias berhenti
sebelum waktunya. Sebenarnya ia masih memiliki masa kerja yang lumayan lama.
Namun, ia “dipaksa” dirinya untuk berhenti berkarier karena malas menulis.
Begitu banyak relasi dan kolegaku mengeluhkan kondisi itu. Namun, kondisi itu
tidak mungkin dikeluhkan penulis buku. Mengapa? karena setiap buku yang ditulis
dan diterbitkan memiliki angka kredit yang teramat tinggi, berkisar 4-8 poin.
Maka, wajarlah jika para penulis itu begitu mudah mencapai puncak karier karena
ketekunannya menulis buku.
Kaya Harta
Memang saat ini saya sudah memiliki profesi tetap. Selain
menjadi pendidik, saya tak mau berpangku tangan seraya hanya berharap gaji
bulanan. Sejak saya menjadi PNS hingga kini, nyaris saya tak pernah mengetahui
hitam-putih penggunaan uang gaji. Saya memiliki prinsip: suami berkewajiban
untuk mencari nafkah dan istri bertugas membelanjakan hasil kerja suami untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Saya sering berpesan kepada istri, “Gaji suamimu
segitu. Silakan gaji itu digunakan sebaik-baiknya dan dicukup-cukupkan. Jika
terasa kurang, Insya Allah, saya akan menambahnya jika tersedia.” Dan saya
memberikan tambahan dana untuk keuangan keluarga dari royalti buku.
Berdasarkan kelima kekayaan di atas, masihkah kita
menyangsikan bahwa penulis buku hanyalah profesi ‘ecek-ecek’? Jika menulis buku
benar-benar ditekuni, saya berkeyakinan bahwa kita dapat menjadi orang kaya
dengan cukup mendapatkan passive income dari royalti buku. Kini, semua
berpulang kepada kita. Tidak ada kata terlambat untuk memulai menjadi penulis
buku. Mari...!!!
Teriring salam,
JOHAN WAHYUDI
Sumber: http://media.kompasiana.com/buku/2012/05/29/kaya-dengan-menulis-buku-mengapa-tidak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar